ANTASENA adalah Putra Bima/Werkudara, salah satu dari lima satria Pandawa, dengan Dewi Urangayu, putri Hyang Mintuna (Dewa ikan air tawar) di Kisiknarmada.
Antasena mempunyai 2 (dua) orang saudara seayah lain ibu, yaitu : Antareja, putra Dewi Nagagini, dan Gatotkaca, putra Dewi Arimbi.
Sejak kecil Anantasena tinggal bersama ibu dan kakeknya di Kisiknarmada.
Seluruh badannya berkulit sisik ikan/udang hingga kebal terhadap senjata. Antasena dapat hidup di darat dan di dalam air.
Antasena mempunyai kesaktian berupa sungut sakti, mahluk apapun yang tersentuh dan terkena bisa-nya akan menemui kematian.
Antasena juga memiliki pusaka Cupu Madusena, yang dapat mengembalikan kematian di luar takdir.
Antasena juga tidak dapat mati selama masih bersinggungan dengan air atau uap air.
Antasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani kerena membela kebenaran, tidak pernah berdusta.
Setelah dewasa, Antasena menjadi raja di negara Dasarsamodra, bekas negaranya Prabu Ganggatrimuka yang mati terbunuh dalam peperangan. Antasena meninggal sebelum perang Bharatayuda.
Antasena mati moksa (lenyap dengan seluruh raganya) atas kehendak/kekuasaan Sang Hyang Wenang.
RADEN ANTASENA
Raden Antasena putra Wrekodara yang tertua dari perkawinannya dengan Dewi Nagagini, putri Hyang Antaboga, Dewa ular di Saptapratala.
Antasena juga bernama Antareja dan terhitung sebangsa Dewa. Ia bisa hidup di dalam bumi dan terbang di angkasa. Tetapi ia tetap tinggal di dalam bumi dan hanya ke luar bila perlu.
Antasena lebih sakti daripada ayahnya. Kesaktiannya yang luar biasa ialah kemampuannya untuk menyembur sebagai ular dan semburannya itu berbisa sekali. Jika dijilatnya jejak kaki seseorang, matilah orang itu.
Karena mampu melihat jauh ke depan, Sri Kresna bertipu halus dan memerintahkan kepada Antasena, supaya menjilat jejaknya sendiri dan tewaslah Antasena. Kresna berbuat demikian, oleh karena kalau dia dibiarkan hidup, kelak takkan ada yang bisa menandingi Antasena di dalam perang Baratayuda.
Raden Antasena bermata telengan, berhidung dempak, berkumis, berjenggot, berambut terurai bentuk polos. Berjamang dengan garuda membelakang dan bersunting kembang kluwih. Berkalung bulan sabit, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain katongan, bercelana cindai.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa – Hardjowirogo – PN Balai Pustaka – 1982